Selasa, 28 Februari 2017

PENYAKIT PERNAFASAN PADA ANJING

oleh Alvin Febrianth, DRH

            Hewan kesayangan hampir sama dengan manusia, dapat mengalami gangguan atau penyakit yang menyerang saluran pernafasan. Gejala klinis yang muncul mirip dengan manusia yaitu batuk atau bersin. Pada anjing gejala klinis yang muncul pada gangguan pernafasan salah satunya adalah batuk. Penyakit pernafasan yang sering menyerang pada anjing dengan gejala klinis batuk yaitu Kennel Cough  atau Infectious Canine Trachebronchitis.
            Kennel Cough atau disebut juga dengan Infectious Canine Trachebronchitis adalah penyakit pernafasan yang sangat menular ke sesama anjing. Dari istilah penyakit tersebut kita bisa melihat bahwa adanya peradangan pada saluran pernafasan yaitu trakea dan bronkus. Penyakit ini bisa ditemukan hampir diseluruh dunia, bahkan setidaknya pernah menginfeksi setiap anjing sekali seumur hidupnya.
            Anak anjing atau anjing pada umur-umur muda sering terkena penyakit ini karena sistem kekebalan  tubuh pada umur tersebut masih belum sempurna. Anjing pada umur tua pun masih bisa terkena penyakit ini, atau anjing yang memiliki penurunan atau gangguan pada sistem kekebalan tubuh. Gejala klinis pada anjing umur berapapun yang terkena penyakit ini sama, yaitu batuk atau seperti tersedak sesuatu.
            Gejala klinis pada penyakit ini adalah batuk secara terus menerus seperti tersedak. Batuk ini kadang-kadang membuat anjing menjadi merasa tidak nyaman, sehingga anjing menjadi terlihat kurang aktif. Gejala lain yang muncul biasanya yaitu demam, keluar leleran dari hidung diikuti dengan bersin-bersin kemudian mata menjadi mudah berair. Tapi beberapa anjing hanya menunjukan gejala batuk saja, nafsu makan masih baik dan anjing juga masih terlihat aktif.
            Ada beberapa mikroorganisme yang menjadi penyebab dari penyakit kennel cough ini. Antara lain adalah Bordetella bronchiseptica bacteria, canine adenovirus, parainfluenza virus, and mycoplasma. Beberapa mikroorganisme tersebut baik hanya satu atau kombinasi bisa menimbulkan gejala klinis dari penyakit ini. Jika ada lebih dari satu penyebab maka gejala klinis yang ditimbulkan biasanya lebih parah.
            Jika anjing kita mulai menunjuka gejala klinis seperti yang telah disebutkan, maka harus segera kita bawa ke dokter hewan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Karena dari gejala batuk saja masih banyak kemungkian penyakit yang ada. Dokter hewan akan menanyakan riwayat sakit anjing kita dan kemudian akan dilakukan pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan yang dilakukan yaitu dengan pemeriksaan darah lengkap dan kimia darah serta dilakukan rontgen. Dari hasil pemeriksaan lanjutan tersebut dokter akan mengetahui gejala batuk pada anjing kita lebih mengarah karena penyakit kennel cough  atau mungkin ada masalah yang lain seperti adanya benda asing pada saluran pernafasan.
            Pengobatan yang diberikan biasanya sesuai dengan gejala klinis yang muncul. Antibiotik biasanya juga diberikan jika mengarah keinfeksi bakteri. Jika kondisi anjing masih aktif, makan minum tidak ada masalah dokter menyarankan rawat jalan. Tetapi jika kondisi anjing lemas tidak mau makan dan minum dokter akan menyarankan untuk rawat inap. Untuk mengurangi tingkat kejadian penularan penyakit ini, biasanya anjing tersebut harus dipisahkan dengan anjing-anjing yang lain dalam satu rumah sampai kondisinya benar-benar sehat. Tempat pakan dan minum, kandang, mainan atau semua properti yang biasa digunakan dicuci bersih dengan desinfektan secara berkala.
            Untuk mencegah anjing kita terkena atau tertular penyakit ini, anjing kita harus divaksinasi sesuai jadwal dan petunjuk dari dokter hewan. Anjing yang sudah mendapat vaksinasi juga masih ada kemungkinan untuk terkena penyakit ini, tetapi paling tidak sudah memiliki daya tahan tubuh terhadap penyakit tersebut dibandingkan dengan yang belum mendapatkan vaksinasi. Jika anjing tersebut menderita penyakit ini dan belum divaksinasi, gejala klinis yang muncul biasanya lebih parah daripada anjing yang sudah pernah divaksin. Oleh karena itu selalu perhatikanlah jadwal vaksinasi anjing anda, terutama bila di rumah ada lebih dari satu anjing atau anjing kita sering bertemu dengan anjing-anjing lainnya. Bawalah ke dokter hewan jika anjing anda memiliki gejala dari penyakit ini, konsultasikan juga untuk jadwal vaksinasi anjing anda.          
             

Sumber Pustaka :
Carlson, D.G. and J.M. Griffin. 2007. Dog Owner’s Home Veterinary Handbook. Third Edition.
Wiley Publishing, Inc., Hoboken, New Jersey

Stephen,C.B. and Dwight, D.B. 2006. Canine and Feline Infectious Disease and Parasitology. First Edition. Blackwell Publishing, Iowa.

Minggu, 26 Februari 2017

FELINE CALICIVIRUS

FELINE CALICIVIRUS
Oleh Nindya Kusuma, DRH

Feline Calicivirus adalah penyakit yang menyerang saluran pernafasan bagian atas dengan gejala demam, hipersalivasi, lesi ulser pada lidah, ulser pada paw, sneezing (bersin-bersin), dan konjungtivitis. Penyakit Feline Calicivirus disebabkan oleh infeksi Calicivirus, yaitu virus RNA dan tidak beramplop. Nama calicivirus berasal dari penampilan di mikroskop elektron dari serangkaian cup (calyx).  
Virus tersebut bereplikasi di tonsil dan jaringan lymphoepithelial dan selanjutnya virus tersebut shedding. Virus relative stabil di lingkungan kurang lebih selama 3 minggu. Infeksi Feline Calici Virus (FCV) biasanya ditularkan oleh aerosol, diekskresikan melalui oral dan nasal discharge serta saliva. Gejala klinis muncul setelah 3 sampai 4 hari setelah terinfeksi virus.        
            Akibat gangguan saluran nafas  menyebabkan kucing kehilangan nafsu makan bahkan tidak dapat makan sehingga lemas, dehidrasi dan dapat menyebabkan kematian. Kucing yang telah terinfeksi Calicivirus dapat berubah status menjadi karier dengan kata lain masih dapat berpotensi menularkan ke kucing yang lain. Status karier berlangsung selama beberapa tahun dan virus dibebaskan melalui organ oropharynx. Penularan Calicivirus dapat secara langsung dan tidak langsung, secara langsung melalui kontak fisik dengan kucing yang menderita atau karier Calicivirus. Penularan secara tidak langsung melalui lingkungan, kandang, bowl dan sebagainya.
Management sanitasi sangat diperlukan bagi Anda yang memiliki kucing yang sedang terinfeksi Calicivirus, yaitu dengan mendesinfektan dengan kandang dan bowl. Serta isolasikan kucing yang sakit dengan kucing yang sehat. Pencegahan dengan vaksinasikan kucing.

SUMBER
Feline Infectious Diseases and Parasitology. Blackwell Publishing. 
Gaskell R, Dawson S. Feline Respiratory Disease. In : Green CE, ed. Infectious Diseases of
the dog and cat. Philadelphia ; WB Saunders; 1998:97-106.


John, R. August. 2006. Consultations in Feline Internal Medicine . Elsevier Inc.   

Jumat, 24 Februari 2017

Chlamydiosis

Chlamydiosis

oleh Maria Ulfa, DRH

Feline chlamydiosis (Chlamydophila), dikenal juga dengan sebutan feline pneumonitis (Radang paru-paru pada kucing), menyebabkan gangguan saluran pernafasan bagian atas yang relatif ringan tetapi kronis. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Chlamydia psitacii (Chlamydophila felis). Gejala klinis penyakit ini biasanya berupa radang/sakit pada mata, disertai cairan kotoran mata berlebihan. Infeksi ini menyebabkan pilek, bersin dan kesulitan bernafas yang disebabkan radang paru-paru. Bila tidak diobati, infeksi bisa menjadi kronis, berlangsung selama beberapa minggu hingga beberapa bulan.
Selain bakteri Chlamydia, virus feline rhinotracheitis dan feline calicivirus termasuk organisme yang menyebabkan penyakit gangguan pernafasan bagian atas pada kucing. Chlamydia menyebabkan sekitar 10-15 % dari total kasus gangguan pernafasan pada kucing.
Chlamydiosis pada kucing
Penyebaran & penularan Chlamydiosis pada kucing
Bakteri Chlamydia terdapat di seluruh dunia dan menyebabkan penyakit pada sekitar 5 - 10 % dari seluruh populasi kucing. Penyakit ini sering menyerang kucing muda (kitten umur 2 - 6 bulan), tempat penampungan hewan atau tempat dengan populasi kucing lebih dari satu. Wabah sering terjadi pada pemeliharaan kucing yang terlalu padat, nutrisi yang kurang baik serta kandang dengan kurangnya ventilasi.
Penularan : bakteri yang menyebabkan chlamydiosis menular ke kucing lain melalui discharge nasal (cairan hidung) atau kotoran mata, penularan biasanya melalui beberapa cara sebagai berikut:
1.      Kontak dengan objek yang terkontaminasi bakteri seperti kandang, pakan, tempat pakan/minum, pakaian pemilik dan tangan pemilik.
2.      Kontak dengan mulut, hidung atau kotoran mata kucing yang terinfeksi.
3.      Bersin dan batuk yang bisa menyebarkan virus dalam radius 3.5 meter 
Gejala klinis kucing mengalami Chlamydiosis
Gejala klinis penyakit ini baru muncul bila bakteri menyerang mata dan saluran pernafasan. Gejala klinis yang umum biasanya berupa :
·         Kurang/hilangnya nafsu makan
·         Batuk
·         Sesak nafas atau kesulitan bernafas
·         Demam
·         Radang paru-paru ( pada kitten umur 2-4 bulan dapat menyebabkan kematian)
·         Hidung berwarna merah disertai pilek
·         Bersin-bersin
·         Mata merah, bengkak dan berair

Perawatan & pengobatan Chlamydiosis
Pengobatan : Bawa segera kucing anda ke dokter hewan / klinik hewan untuk diperiksakan. Antibiotik aman yang disarankan yaitu  tetrasiklin. Mata merah yang sakit dapat diobati dengan salep mata yang mengandung tetrasiklin. Umumnya pengobatan berlangsung selama beberapa minggu sampai 6 minggu tergantung keparahan penyakit. Sebaiknya segera diobati sebelum mata mengalami kerusakan permanen. Hati-hati dengan jenis obat tetes/antibiotik tertentu karena dapat memperparah kerusakan mata. Selalu konsultasikan dengan dokter hewan.
Perawatan : Selalu bersihkan mata dan hidung yang kotor, hal ini dapat mempercepat kesembuhan. Suapi kucing bila nafsu makannya hilang / menurun. Isolasi kucing yang sakit agar penyakitnya tidak menulari kucing lain. Perbaiki sanitasi maupun ventilasi kandang. Beri jarak atau batasi jumlah kucing dalam 1 populasi.

Pencegahan Chlamydiosis
Saat ini pencegahan yang paling baik adalah dengan vaksinasi, meskipun vaksinasi tidak selalu 100% melindungi kucing, tetapi dapat mengurangi tingkat keparahan penyakit



Minggu, 19 Februari 2017

RHINITIS pada Tortoises (Sulcata Tortoise)

oleh Dinda Mahardika, DRH
Kura-kura darat atau yang biasa dikenal dengan tortoise ini merupakan golongan reptile yang termasuk dalam kelompok chelonian. Jenis tortoise yang biasa dikenal yaitu sulcata, spur thighed tortoise dll. Tortoise ini perawatannya cukup mudah, namun yang perlu diperhatikan dalam manajemen kandang yaitu harus memperhatikan POTZ yaitu preferred optimum temperature zone bahwasanya pengaturan suhu yang ideal di dalam kandang agar tortoise tetap berada dalam suhu yang optimum sebab tortoise merupakan hewan reptile yang berdarah dingin. Reptil dalam hal ini tortoise merupakan hewan berdarah dingin yaitu hewan yang tidak bisa menyesuaikan suhu tubuhnya dengan lingkungan sekitar, jika suhu di dalam kandang tidak sesuai dengan POTZ, maka tortoise atau kura-kura darat akan mengalami gangguan pada system imun sehingga akan mudah penyakit masuk ke dalam tubuh.
Jenis diet pakan yang dapat diberikan untuk tortoise yaitu sayuran ataupun daun-dauan. Sebagai contohnya yaitu sayur kangkung, daun bayam, daun lettuce dan rumput-rumputan. Namun hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan hijauan maupun sayur untuk tortoise ini harus dilayukan terlebih dahulu. Perawatan kandang juga harus yang ideal untuk tortoise yaitu dengan alas tanah yg lembut dan terdapat cukup air seperti genangan air untuk seketika jika tortoise ingin berendam, serta pembuatan gorong-gorong atau gua kecil juga sangat dianjurkan. Sebab jika di dalam kandang tortoise ketersediaan air kurang maka dapat menyebabkan dehidrasi dan infeksi penyakit.
Kelompok chelonian dalam hal ini tortoise mempunyai anatomi atau betuk tubuh berdiferensiasi spesifik. Jantung mempunyai dua atrium dan 1 ventrikel serta mempunyai pericardium atau otot jantung yang tebal. Struktur pulmo atau paru-paru terdiri dari paru-paru kanan dan paru-paru kiri serta mempunyai pleura yang tipis. Frekuensi denyut jantung pada tortoise dipengaruhi oleh umur, ukuran tubuh serta lingkungan (suhu dan kelembapan terutama dalam kandang). Frekuensi napas juga dipengaruhi oleh umur, ukuran tubuh, serta lingkungan ( suhu dan kelembapan kandang). Gangguan pernapasan yang sering menyerang kelompok chelonian dalam hal ini tortoise yaitu Rhinitis, tracheitis, serta pneumonia. Dalam kasus ini penyakit yang sering menyerang tortoise yakni rhinitis. Datang kura-kura tortoises jenis sulcata untuk cek kesehatan di klinik Tabby Pet Care, bernama demek, usia ± 3 tahun, jantan. Pemilik mengeluhkan bahwa kura-kura demek sudah flu atau sering bersin dan sudah lama sekitar hamper satu bulan, nafsu makan masih sangat bagus dan juga masih lincah. Di klinik, dilakukan pemeriksaan fisik secara keseluruhan, dan si demek tiba-tiba mengeluarkan buble atau balon dari hidungnya. Maka dapat dikatakan si demek dugaan penyakit mengarah ke rhinitis. Rhinitis merupakan suatu penyakit radang pada selaput lender hidung atau mukosa hidung. Penyebab dari penyakit ini bisa karena alergi yaitu semprotan bahan kimia, sebab reptile sangat sensitive dengan bau yang menyengat, kemudian infeksi bakteri serta infeksi virus. Gejala yang Nampak yaitu muncul leleran atau ingus berwarna cair atau putih hingga jika infeksi parah leleran hidung yang kental, dan biasanya bias juga disertai atau tanpa disertai kesulitan untuk bernapas.
Gambar : Nampak adanya buble atau balon yang keluar dari leleran hidung tortoise

Apabila kura-kura kesayangan sudah muncul gejala seperti tersebut maka segera periksakan ke dokter hewan untuk dilakukan pemeriksaan secara lengkap dan mendapatkan penanganan yang baik. Pencegahan yang dapat dilakukan agar terhindar dari penyakit ini yaitu perbaikan manajemen kandang yaitu pengaturan suhu dan kelembapan yang ada di kandang harus sesuai dengan ideal dari tubuh tortoise. Kura-kura atau tortoise juga harus rajin untuk dijemur di bawah sinar matahari pagi sekitar pukul 07.00 hingga pukul 09.00 agar mendapatkan tambahan vitamin D yang cukup di dalam tubuhnya.

SUMBER PUSTAKA :
Delaney, CAJ. 2000.. Exotic Companion Medicine Handbook. Biological Education Network, Lake worth. Florida.
Robert J, Brown M, dkk. 2010. Desert Tortoise Rhinitis. Alabama Departmen of Agriculture and Industrie , College of Veterinary Medicine, University of Florida. Florida.